Kunjungan Survey Savemillions Rabu 27 April 2016 ke Yayasan Orang Tua Tuna Netra Eben Haezer Maribaya
Kunjungan Survey Savemillions Rabu 27 April 2016 ke
Yayasan Orang Tua Tuna Netra Eben Haezer Maribaya
Foto. 1: Papan nama Yaysan Rumah Orang Tua Tuna Netra
Pada hari Rabu 27 April 2016 Savemillions melakukan kunjungan ke Yayasan Orang Tua Tuna Netra Eben Haezar, selanjutnya disingkat sebagai Yayasan Eben Haezer. Lokasi tepatnya terletak di Jl. Maribaya No. 24 Lembang. Perjalanan dari Komodor Udara Supadio cukup jauh dan kurang lebih satu jam perjalanan baru bisa tiba di lokasi. Langit mendung pertanda hujan akan segera turun sudah mulai tampak di daerah Setiabudi. Ketika tiba di pusat kota Lembang, dekat Maribaya hujan mulai turun cukup deras. Akhirnya sampai juga di tempat yang tepat untuk dikunjungi.
Foto. 2: Yayasan Eben Haezer tampak dari depan.
Foto. 3: Jalan Maribaya, di sinilah Yayasan Eben Haezer berada.
Foto. 4: Jalan Maribaya, di sinilah Yayasan Eben Haezer berada.
Untuk menemukan Yayasan Eben Haezer sangat mudah karena selain berada di pusat kota Lembang, tempat ini juga berada di pinggir jalan yang cukup ramai dengan lalu lalang kendaran bermotor. Papan nama Yayasan sebagai identitas yang terpampang di samping kiri gerbang akan langsung mempermudah pengunjung menemukannya dan segera masuk agar bisa mengetahui dengan lebih jelas, melihat dari dekat bagaimana Yayasan Eben Haezer itu sebenarnya.
Foto. 5: Jalan masuk menuju gedung utama Yayasan Eben Haezer.
Baru saja melewati gerbang yang selalu terbuka menyambut pengunjung yang akan datang, maka rindangnya pepohonan dan kesejukan akan segera dirasakan. Apa yang ada di depan sana? Sebuah gedung bernama Eben Haezer merupakan bangunan peninggalan Belanda, milik pribadi dari seorang oma berusia 84 tahun, yaitu oma Stela Setiadi.
Beliau memiliki panggilan untuk melayani orang tua tuna netra dan mendedikasikan hidupnya untuk pelayanan ini. Ada suatu kejadian yang menimpa suami tercinta dari oma Stela, serupa dengan penderitaan mereka yang saat ini beliau layani. Saat itu bapak Setiadi tiba-tiba tidak dapat melihat dengan jelas dan penglihatannya pun perlahan-lahan semakin memburuk hingga buta total. Oma Stela yang selalu mendampingi suami tercinta semasa hidup di dalam deritanya dengan setia melayani opa Setiadi sampai kembali ke rumah Bapa di Surga. Sejak itulah oma Stela merasa benar-benar terpanggil untuk melayani orang tua tuna netra.
Foto. 6: Gedung Eben Haezer.
Foto. 7: Gedung Eben Haezer tampak depan.
Gedung Eben Haezer berfungsi sebagai tempat retreat yang sering dipakai oleh beberapa gereja-gereja di kota Bandung. Ada beberapa kamar yang disediakan untuk para tamu yang akan menginap, khusus kegiatan gereja.
Foto. 8: Gedung Eben Haezer tampak samping.
Kedatangan Savemillions saat itu diterima dengan baik oleh pelaksana harian Yayasan Eben Haezer, bapak. Tumpal Sitompul. Beliau inilah yang menemani kunjungan dan bercerita banyak. Sehari-hari bapak Tumpal bertanggung jawab segara lansung kepada oma Stela dan pengurus Yayasan. Masa pelayanan beliau sudah memasuki tahun ke-11, namun ada yang lucu, menurutnya: “Saya melayani di Yayasan ini sudah sebelas tahun. Tapi, juru masak di sini sudah sepuluh orang, dan juru masak yang sekarang ini baru satu bulan sudah tidak mau meneruskan lagi dan akan keluar di awal bulan Mei 2016. Memang kalau orang itu tidak punya panggilan untuk pelayanan maka dia tidak akan bertahan lama. Sebab pelayanan ini merupakan sesuatu yang harus dilakukan dengan hati”. Banyak hal yang sudah beliau alami di Rumah orang tua tuna netra ini. Salah satunya adalah pernah ada seorang opa yang sudah tinggal cukup lama sejak tuna netra aktif hingga tuna netra pasif dan sakit-sakitan atau tidak lagi bisa melayani diri sendiri lagi. Bapak Tumpal inilah yang melayani opa tersebut bersama rekannya setiap hari sampai dengan meninggalnya. Segala hal yang biasanya umum dapat dikerjakan oleh orang yang aktif diambil alih oleh bapak Tumpal melayani opa tuna netra pasif.
Foto. 9: Asrama orang tua tuna netra. Foto dibuat dari lapangan rumput halaman Rumah orang tua tuna netra.
Tidak semua tuna netra dapat diterima oleh Yayasan Eben Haezer. Penerimaan dilakukan dengan seleksi dan wawancara langsung pada yang bersangkutan. Hanya yang direkomendasikan oleh gerejalah orang yang tepat. Ada biaya bulanan yang harus dibayar, yaitu: Rp. 500.000,-. Dana ini untuk biaya menginap selama sebulan dengan fasilitas memadai bagi mereka, laundri dan makan selama sebulan. Sehari orang tua tuna netra akan diberi makan sebanyak tiga kali, saat pagi, siang dan malam. Di siang hari mereka diberikan snack.
Tepat pukul tiga siang juru masak akan mengantarkan snack ke setiap kamar. Seperti apa sih orang tua tuna netra itu? Bagaimana sih keadaan mereka? Daripada terus bertanya-tanya di dalam hati dan menebak-nebak, lantas memberikan kesimpulan sendiri tanpa ada dasar kebenarannya, untuk bisa melihat dan berbincang-bincang langsung dengan orang tua tuna netra tersebut maka Savemillions harus menunggu beberapa waktu lamanya dengan demikian dalam sekali kunjungan banyak hal bisa diketahui dari sumber yang tepat dan lansung di lokasi.
Foto. 10: Asrama orang tua tuna netra. Foto dibuat dari lapangan rumput halaman Rumah orang tua tuna netra.
Foto. 11: Oma Elizabeth, orang tua tuna netra.
Oma Elizabeth, kelahiran Jakarta, beliau seorang Katolik. Tidak menikah, tapi masih memiliki keluarga. Berawal dari kelainan pada matanya yang dialami sejak lahir. Menurutnya, pegangan lensa matanya yang bagian atas tidak ada. Agak goyang-goyang, pakai lensa yang plus. Kemudian beliau sakit panas, setelah sakitnya sembuh ternyata pegangan bagian bawah lensa matanya lepas, sehingga bola matanya nyemplung masuk ke dalam. Saat itu mata sebelah kanannya hampir-hampir sudah tidak bisa melihat juga, hampir low vision. Tadi-tadinya masih bisa melihat dan memasukkan benang ke dalam lobang jarum, belajar menjahit dan bisa menjahit. Pada umur delapan belas tahun mata oma ini menjadi buta total.
Pada tahun 1989 pernah terjatuh di dalam sebuah metro mini yang sepi penumpang namun kebut-kebutan sejak dari halte tempatnya naik, saat akan turun dari bis dan disangkanya oma Elizabeth sudah turun sopir bis menancapkan gasnya sehingga oma malang ini terjatuh dan tulang kakinya remuk patah. Oma ini diantar ke Rumah orang tua tuna netra Eben Haezer oleh Yayasan Leticia Lembaga Daya Dharma Keuskupan Agung Jakarta, dimana ada perkumpulan tuna netranya. Awalnya beliau tidak mau “karena takut sepi dan nggak bisa ngapa-ngapain lagi” katanya. Karena tidak mau merepotkan keluarganya yang mana mereka juga “ada sampingnya” katanya, diputuskanlah olehnya menuruti Yayasan Leticia.
Pernah sakit diabetes, bagian punggungnya ada benjolan seperti bisul cair yang kemudian menyebar ke kanan dan ke kiri, benjolan besar cukup menonjol hampir menyerupai seorang yang bongkok punggungnya. Sakit ini sudah dioperasi. Ke mana-mana selalu berboncengan motor dengan bapak Tumpal Sitompul, khususnya ke dokter, lama-lama ada ketakutan jatuh saat berpijak di tanah. Oma Elizabeth saat ini membutuhkan walker untuk berjalan. Kekurangan dari alat bantu ini adalah tidak dapat menunjukkan jalan kepadanya karena tidak berfungsi seperti tongkat yang olehnya seorang tuna netra dapat mengenali lingkungannya hanya dengan sentuhan ujung tongkat.
Foto. 12: Oma Maria Magdalena berfoto bersama juru masak Yayasan Eben Haezer.
Oma Maria Magdalena biasanya dipanggil Lena adalah seorang tua tuna netra asal Jawa. “Saya orang Jawa, Jawa Tengah, Jawa Klaten, kota pertengahannya. Kalau mau ke Jogja dekat, ke Candi Prambanan dekat, tapi kalau mau ke Solo jauh, sakit-sakit pinggang” demikian Oma ini memperkenalkan daerah asalnya. Anak tunggal dan tidak menikah.
Saat kunjungan Savemillions, oma ini bercerita bahwa setiap pagi beliau selalu datang sama Tuhan. Namun tadi pagi ketika bangun dari tidurnya, bereskan tempat tidur, mengganti seprei dan ingin datang sama Tuhan tapi ternyata beliau keplentang karena bukan kasur yang didudukinya. Lantas apa yang dilakukan oleh oma Lena? Berdoa, minta ampun sama Tuhan. Katanya: “Memang tubuh saya lemah tapi roh selalu menurut ya”. Sejak tahun 2011 beliau tinggal di Rumah orang tua tuna netra Eben Haezer, diantarkan oleh seorang teman dari Tanggerang.
Foto. 13: Oma Maria Magdalena, orang tua tuna netra. .
Cerita masa kecilnya pernah dijatuhin kelapa di pinggangnya, hal ini berpengaruh padanya sampai dengan masa tuanya, apabila hawanya dingin maka pinggang dan perutnya tidak kuat. Oma Lena pernah ngasih puji-pujian di radio. Setiap puji-pujian itu ada makna, apa yang dirasakan di dalam hidupnya. Beliau senang hatinya dengan keadaannya saat ini, bahkan tidak ingin sembuh, menurutnya: “Kalau berdoa, apa yang Engkau mau kami sudah siap?”
Foto. 14: Oma Ineke Debora, seorang tua tuna netra.
Oma Ineke Debora adalah seorang tua tuna netra yang tidak berkeluarga. Tinggal di kota Bandung sejak tahun 1950-an ketika berumur delapan tahun. Pernah bersekolah di Bandung. Menurutnya beliau pernah mengajar sekolah Minggu. Asal gerejanya GII Gardujati. Merasa badannya ada di dalam keadaan yang sehat, tapi bagian kakinya sakit. Aktivitas sehari-harinya dengar radio, tidur, makan, jalan-jalan dan olah raga. Oma Ineke masuk ke Rumah orang tua tuna netra Eben Haezer sejak tahun 2014, kala itu beliau mengalami kebutaan ketika hendak naik ke lift.
Foto. 15: Ruang makan Rumah orang tua tuna netra Eben Haezer.
Foto. 16: Ruang makan Rumah orang tua tuna netra difoto dari lapangan hijau.
Foto. 17: Lingkungan Rumah orang tua tuna netra, antara ruang makan dengan asrama orang tua tuna netra.
Bapak Tumpal Sitompul mengatakan bahwa hingga saat ini jumlah kamar yang ada yaitu sepuluh buah dengan penghuni sebanyak lima orang. Semua kamar baru saja direnovasi dengan bantuan dari banyak donatur. Para donatur tersebut memberikan bantuan yang berdampak baik bagi kenyamanan para tuna netra di usia senjanya. Masih adakah para dermawan seperti mereka yang terpanggil melayani dan mau berbagi berkat dengan mereka?
Foto. 18: Daftar nama para donatur renovasi kamar-kamar Rumah orang tua tuna netra Eben Haezer.
Demikian hasil survey kunjungan Savemillions. (Savemillions)